Secara Historis Tahun 1920-an Balang Dg Maketti adalah seorang yang pertama membangun Kampung dan mendirikan saoraja di Cempae, beliau merupakan salah seorang keturunan Minahan Dg Sutte, dia bersaudara sepupu dengan Arung Baringeng Mapa-pasang Dg Patappu, beliau juga yang pertama membuka lahan pertambakan di Cempae. Kata Tongke-Tongke kata Dasarnya adalah “Toke” Kata toke dipakai untuk panggilan pedagang Asal China yang tinggal di Cempae kerena terkenalnya Kampung Cempae sebagi tempat Singgahnya para toke maka orang sekitar lambat laun menyebut kampong Toke menjadi “Tongke-Tongke” yang tidak hanya dihuni warga asal China akan tetapi juga Suku Bugis. Karena letak geografis dan kondisi alamnya yang strategis sehingga tentara Jepang menjadikan Tongke-Tongke menjadi basis pertahanan terutama di daerah Bentengnge oleh tentara Jepang menjadikan pos pertahanan dan membentuk tentara HEIHO, kekalahan Jepang terhadap sekutu sehingga mengungsi ke manipi.
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dibentuk bersamaan dengan pendaratan tentara dari Jawa di Cempae yang kemudian tinggal di Bentengnge tentara Jawa tersebut hanya beberapa bulan tinggal di Bentengnge kemudian melanjutkan perjalan ke Bone, Wajo dan Luwu. Tahun 1955-1959 terjadi pemberontakan DI/TII yang dipimpin Bang Jumali selama kurang lebih empat tahun masyarakat di intimidasi, rumah penduduk banyak yang dibakar, sebahagian masyarakat mengunsi ke daerah yang lebih aman. Selama pemberontakan DI/TII keamanan tidak menentu, antara kawan dan lawan tidak jelas, masyarakat saling curiga, beruntunglah gerombolan pimpinan Bang Jumali dapat di tumpas oleh masyarakat Pangasa atas bantuan TNI. Pada tahun 1955-an terjadi abrasi pantai kurang lebih 15 meter pertahun dan mengancam perkampungan serta seluruh tambak di sepanjang pantai Tongke-Tongke. Tahun 1960-1962 kondisi keamanan mulai membaik, sebagian masyarakat kembali ke Tongke-Tongke menata kampungnya setelah keamanan dianggap benar-benar pulih. Maka pemerintah membagi Tongke-Tongke menjadi dua Dusun yakni Dusun Tongke-Tongke dan Dusun maroanging. Perkembangan dan perubahan dari tahun ketahun mendorong pemerinatah untuk meningkatkan sumber daya manusia, sehingga Pada tahun 1970 pemerintah bersama masyarakat sepakat untuk mendirikan sekolah dasar.
Tahun 1970 Tongke-Tongke dilanda kemarau panjang, akibatnya masyarakat kekurangan pangan dan terpaksa makan ubi kayu dan sagu untuk mempertahankan hidupnya. Disisi lain kondisi gelombang pasang air semakin tinggi hingga mencapai 30-40 cm bahkan sampai dikolom rumah penduduk dan tahun 1980-an, abrasi pantai sangat luar biasa mengakibatkan rumah penduduk banyak yang terancam bahkan ada beberapa rumah yang harus dipindahkan untuk menghindari bencana. Karena kondisi pemukiman yang setiap tahunnya terancam abrasi maka muncul ide dari kepala lingkungan yang saat itu di jabat oleh H. Badaruddin (almarhum) bersama dengan beberapa tokoh masyarakat untuk melakukan penyelamatan pantai dengan cara mengumpul batu karang untuk dijadikan sebagai tanggul (talud). Batu karang tersebut di ambil dari Desa tetangga di sekitar pulau Sembilan, pengambilan batu karang di lakukan seminggu sekali usai sholat jumat. Pengumpulan batu karang tersebut dilakukan dengan penuh semangat demi menyelamatakan lingkungan mereka dari ancaman abrasi.
Warga Tongke-Tongke ketika itu belum tahu kalau mengumpulkan batu karang dapat merusak biota laut. Ternyata upaya penyelamatan dengan pembuatan tanggul tidak berhasil, maka dilakukanlah penanaman bakau pada tahun 1980-an oleh penduduk yang umumnya berada di pesisir. Inisiatif tersebut muncul karena upaya perlindungan dengan batu karang tidak berhasil dan melihat lingkungan tetangga yang tidak kena abrasi, terhalang bakau. Pengalaman tersebut telah mendorong penduduk Tongke-Tongke yang dimotori oleh H. Badaruddin sebgai kepala lingkungan bersama masyarakat bersepakat untuk melakukan penanaman bakau. Kegiatan penanaman bibit bakau ini berlangsung sampai tahun 1990, dan hasil penanaman tersebut tingkat pertumbuhanya cukup baik. Pada tahun 1991 terjadi musibah gempa bumi tektonik di pulau flores yang mengancam pemukiman penduduk, bencana tersebut tidak terlalu berdampak pada masyarakat Tongke-Tongke karena sebagaian rumah warga sudah terlindung oleh hutan bakau.
Perkembangan lainnya yaitu pengaspalan jalan poros samataring ke pemukiman pesisir Tongke-Tongke, keberhasilan lainya yang diterima masyarakat yaitu pengharagaan kalpataru yang diserahkan oleh Presiden Republik Indonesia (H. M. Soeharto) pada tahun 1995 kepada bapak Muh. Tayyeb sebgai ketua kelompok ACI. Pada tahun 2002 sesuai Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 76 tahun 1999 tentang Pemerintah Desa maka Tongke-Tongke yang dulunya merupakan lingkungan dari kelurahan samataring saat itu dijadikan Desa persiapan dengan Kepala Desa sementara H. Alimuddin. Desa Tongke-Tongke terdiri dari 5 Dusun yakni, Dusun Babana yang merupakan ibukota Desa, Maronging, Baccara, Bentengnge dan Cempae. Kemudian pada tanggal 8 Februari 2003 menjadi Desa definitive setelah tanggal 8 -11 Februari tahun 2003 diadakan pemilihan kepala Desa dan memilih bapak Muh. Nasri Dg lanna sebagai kepala Desa pertama di Tongke-Tongke dan dilantik pada tanggal 21 maret 2003.
Kepala Desa yang pernah memimpin di Desa Tongke-Tongke secara berturut-turut adalah :
NO
|
NAMA
|
JABATAN
|
TAHUN MENJABAT
|
STATUS
|
1
|
Muhammad Nasri
|
Kepala Desa
|
2003 - 2008
|
Definitif
|
2
|
Adri Nur
|
Kepala Desa
|
2008 - 2010
|
Plt
|
3
|
H. Abdul Kadir
|
Kepala Desa
|
2010 - 2015
|
Definitif
|
4
|
Drs.Rusdi.M.Si
|
Kepala Desa
|
2016
|
Plt
|
5
|
Sirajuddin
|
Kepala Desa
|
2017 - 2022
|
Definitif
|
6
|
Akbar,S.Sos,M.Si
|
Kepala Desa
|
2023
|
Pj |
7
|
Sirajuddin
|
Kepala Desa
|
2023 - 2029
|
Definitif
|
hije
24 September 2021 06:30:09
Mantap memang Tongke².